X

Sejarah Gereja

Paroki Santo Yakobus Bantul, memiliki perjalanan sejarah sangat panjang. Mulai tahun 1919 Bantul merupakan bagian pelayanan dari Gereja Kotabaru, Yogyakarta, oleh Rama Henri van Driessche, SJ. Pertumbuhan umat Katolik di Bantul diawali pada tanggal 11 Juni 1919 melalui ”baptis pertolongan” oleh ibu Theresia Soertini, untuk seorang bayi laki-laki bernama Antonius Kasmin, (Buku Baptis I halaman 01 Nomor 01). Pada 22 Juni 1920 ada pembaptisan oleh Rama H. van Driessche, SJ terhadap empat anak-anak, dari dua keluarga asal daerah Pajangan, Bantul (Buku Baptis I halaman 01-02, Nomor 2-5 tercatat di Gereja Kotabaru). Tahun 1930 Bantul dilayani oleh Rama Fransiskus Strater, SJ dan menjelang tahun 1934, jumlah umat sudah cukup besar, tercatat sudah ada 339 pembaptisan, sehingga pantas untuk memiliki gedung gereja sebagai tempat peribadatan.

Terbentuknya Paroki dapat dirunut berdasarkan catatan Buku Baptis, sebagai berikut:

  1. Sampai tanggal 11 Januari 1930, Buku Baptis ada di Gereja Kotabaru Yogyakarta.
  2. Dari tanggal 1 Januari 1930 sampai 1 Januari 1934 Buku Baptis ada di Gereja Ganjuran Bantul.
  3. Mulai tanggal 1 Januari 1934 Buku Baptis telah berada di Bantul.

Pada tanggal 17 Januari 1934 ada pembaptisan yang pertama atas nama Rr. Theresia Disoenarsih. Ini dapat dimaknai sebagai awal kelahiran Paroki Bantul. (Pada saat itu, belum dengan nama Santo Pelindung). Selanjutnya Hari Ulang Tahun (HUT) Paroki yang dirayakan setiap tahun, dihitung mulai tahun 1934 ini. Puncak HUT ditetapkan tanggal 25 Juli, yakni Hari Pesta Santo Yakobus. Akhirnya ”Paroki Santo Yakobus Bantul” ditetapkan berdiri mulai tanggal 25 Juli 1934, berdasarkan surat keputusan penetapan yang diterbitkan oleh Uskup Keuskupan Agung Semarang (Mgr. Robertus Rubiyatmoko) pada tanggal tanggal 17 Januari 2022, Nomor 0079/B/I/b-8/2022.

Keberadaan gedung gereja pertama di Paroki Santo Yakobus Bantul, baru dimulai ketika Rama F. Strater, SJ berkarya di Bantul. Beliau membeli sebuah rumah milik seorang administratur pabrik gula. Bangunan lalu dilengkapi dengan ruang pengakuan dosa, altar, patung-patung para kudus, maka terwujudlah bangunan Gereja Bantul walaupun dengan tikar sebagai alas duduknya. Bangunan gereja tersebut diberkati pada hari Minggu, 5 April 1936. Pada masa pendudukan Jepang, gedung gereja tersebut disita dan dibongkar. Sejak itu umat dilayani oleh Rama Reksoatmojo, SJ dan perayaan Ekaristi dilaksanakan di rumah keluarga Bapak H. Harjowinoto di dusun Badegan, Bantul. Setelah kondisi memungkinkan, bangunan bekas gedung gereja tersebut dibangun kembali oleh Rama Yakobus Van Leengoed, SJ dan dilanjutkan oleh Romo Carolus Rommens, SJ ketika beliau melayani Bantul dari Kotabaru Yogyakarta. Akhirnya terwujud gedung gereja kedua yang diberkati oleh Uskup Mgr. Albertus Soegijapranoto pada Minggu Palma, 29 Maret 1953. Dalam Misa Kudus itu Bapa Uskup memberi nama pelindung gereja ”YAKOBUS” sesuai nama baptis Rama Yakobbus van Leengoed, SJ. Namun nama Santo Yakobus baru dipakai pertama kali dalam surat/Buku Baptis Bantul pada tanggal 24 Mei 1958 oleh Romo Antonius Mulder, SJ dengan digunakannya nama ”Ecclesia St. Yacobi”. Sebelum itu pada Buku Baptis hanya ditulis: di ”Gereja Bantul”. Pada tahun 1957, Rama C. Rommens, SJ yang berkarya di Bantul merintis rehabilitasi gedung gereja dan akhirnya diberkati kembali pada 15 September 1957. Pengurus Gereja dan Papa Miskin (PGPM) di Paroki Santo Yakobus Bantul dibentuk tahun 1957, Akta Notaris No. 50, tanggal 12 November 1957, dengan Notaris RM. Soeprapto. Hingga kini PGPM masih tetap ada. Tahun 1958, Pastor yang menetap di Gereja Paroki Santo Yakobus Bantul adalah Rama Antonius Mulder, SJ. Pada saat itu lembaga pembantu Pastor yang dibentuk semasa Rama Rommens, SJ yaitu Pangreksa Sudara diubah namanya menjadi Dewan Paroki. Pada masa itu paroki meliputi 5 ”wilayah”, yaitu Bantul Utara, Bantul Barat, Bantul Timur, Imogiri, dan Gesikan. Pada masa tugas Rama J. Bardiyanto, Pr (1979-1982) dikembangkan menjadi 12 wilayah.

Wilayah Maria Rosari-Gesikan dan Wilayah Maria Mater Dei-Imogiri memiliki kekhasan yang perlu diungkapkan secara khusus, dan disebut sebagai ”Wilayah Khusus”.

Wilayah Maria Rosari-Gesikan mengawali perkembangan umat Katolik di Gereja Bantul dengan pembaptisan empat orang anak dari daerah Pajangan pada tahun 1920 oleh Rama H. van Driessche, SJ. Wilayah ini semula dikenal sebagai Kring Gesikan dan terdiri dari 3 kelompok: kelompok 1 Bergan dan sekitarnya, kelompok 2 Gesikan dan sekitarnya, serta kelompok 3 Pijenan dan sekitarnya. Selanjutnya dikembangkan menjadi 5 kelompok. Pada 11 Juni 1983 dimulai pembangunan kapel di daerah Kelompok 2 Gesikan. Peletakan batu pertama oleh Pastor Paroki Rm. FX. Sumantoro Siswoyo, Pr. Pada 4 Juli 1984 kapel diberkati oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Julius Riyadi Darmaatmadja dengan nama pelindung Santa Maria Ratu Rosari dan diresmikan oleh Bapak Bupati Bantul KRT. Suheram Partasaputra. Saat itu sekaligus Rama FX. Sumantoro Siswoyo, Pr menetapkan Kring Gesikan menjadi Stasi Maria Rosari Gesikan, terdiri dari 5 Kelompok. Pada tahun 1991, oleh Rama VM. Kartosudarmo, Pr. kelompok-kelompok ini diubah menjadi kring, yaitu: Kelompok 1 menjadi Kring Matheus Bergan, Kelompok 2 menjadi Kring Andreas Gesikan, Kelompok 3 menjadi Kring Philipus Pijenan, Kelompok 4 menjadi Kring Yakobus Alfeus Kamijoro, dan Kelompok 5 menjadi Kring Markus Kembang Gede. Pada 1 Oktober 1996 dibangun satu lagi kapel di wilayah Kring Yakobus Alfeus, dan akhirnya pada 24 Juli 1998 diberkati oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Ignatius Suharyo dengan nama pelindung Santo Yakobus Alfeus dan diresmikan oleh Plt. Bupati Bantul KRT Kismo Sukirdo. Akhirnya pada masa pelayanan Rama VM Kartasudarma, Pr ini, istilah kring diganti menjadi lingkungan dan dimekarkan menjadi 7 lingkungan, yaitu: 

  1. Lingkungan Mateus,
  2. Lingkungan Andreas,
  3. Lingkungan Bernadheta,
  4. Lingkungan Filipus,
  5. Lingkungan Yakobus Alfeus,
  6. Lingkungan Markus, dan
  7. Lingkungan Yohanes Rasul.

Mulai 1 Januari 2013 atas permohonan Dewan Paroki dan sepengetahuan Uskup Mgr. Johanes Pujasumarta, status Stasi diubah menjadi Wilayah sesuai dengan PDDP KAS. Ini berlaku untuk Stasi Maria Rosari Gesikan dan Stasi Mater Dei Imogiri. Pada 24 Juli 2016 pada masa pelayanan Rama FX Suhanto, Pr, dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Taman Doa di kompleks Kapel Santo Yakobus Alfeus dengan ikon patung Wajah Yesus, sumbangan dari seniman Bapak Suwarto Hardo Wardoyo. Akhirnya pada 2 Oktober 2016 dilakukan pemberkatan oleh Rama FX. Suhanto, Pr. dan Rama B. Edy Wiyanto, Pr. serta peresmian oleh Bupati Bantul Bapak Drs. Haji Suharsono. Selanjutnya pada 7 Oktober 2019 telah mendapatkan SK penetapan berdirinya taman doa tersebut oleh Uskup Mgr Robertus Rubiyatmoko, dengan nama ”Taman Doa Wajah Kerahiman”, nomor SK: 1428/B/I/b-8/19.

Wilayah Maria Mater Dei-Imogiri memiliki sejarah Panjang dan tidak serta merta menjadi bagian dari Paroki Santo Yakobus Bantul, bahkan lebih mirip bertumbuh bersamaan dengan perkembangan Paroki Santo Yakobus Bantul sendiri. Perkembangan umat di Imogiri dimulai pada periode 1919-1924, dengan pembinaan oleh paroki Kidul Loji (Rama Djajasepoetra, SJ). Selanjutnya 1924-1943, pembinaan oleh paroki Kota Baru. Pada tahun 1944-1948, pembinaan oleh paroki Bintaran. Selanjutnya tahun 1948-1951, oleh paroki Ganjuran. Pada tahun 1951-1958, kembali pembinaan oleh paroki Kota Baru. Mulai bulan Maret 1958 ketika gereja Bantul telah memiliki Pastor yang menetap yaitu Rama Antonius Mulder, SJ, Imogiri digabungkan ke dalam naungan Paroki Santo Yakobus Bantul dan dikenal dengan status sebagai Stasi Mater Dei Imogiri. Namun mulai 1 Januari 2013 telah diubah statusnya sebagai Wilayah, bersamaan dengan Stasi Maria Rosari Gesikan. Tahun 1987 pada masa pelayanan Rama FX Sumantoro, Pr dibagi menjadi 4 lingkungan: 

  1. Santo Paulus,
  2. Santo Yustinus,
  3. Santo Petrus Canisius, dan
  4. Santo Antonius.

Tahun 2005 bertambah 1 Lingkungan yaitu Santo Stevanus Raja. Pada 1 Januari 2011 Rama Maternus Minarto, Pr memekarkan lingkungan Santo Paulus menjadi 2 lingkungan: Santo Paulus dan Santo Yusuf, sehingga Imogiri menjadi 6 Lingkungan sampai sekarang. Wilayah Imogiri memiliki 3 kapel yaitu: 

(1) Kapel Santo Yusup Karang Duwet dibangun tahun 1952, 

(2) Kapel Santo Silvester Sidodadi dibangun tahun 1970 dan 

(3) ”gereja” Mater Dei diberkati pada 30 Juni 1995 oleh Bapa Uskup Mgr Julius Darmaatmadja. 

Selanjutnya di gedung Gereja paroki, Rama Venantius Mujiono Kartasudarma, Pr., memprakarsai pemasangan lonceng gereja dan diberkati oleh Bapa Uskup Mgr. Julius Darmaatmadja dalam misa penerimaaan sakramen penguatan pada 14 Juni 1994. Ketika Rama Maternus Minarto, Pr. yang didampingi Rama Adolfus Suratmo Atmomartaya, Pr. bertugas di Bantul, terjadi peristiwa gempa dahsyat pada hari Sabtu, 27 Mei 2006 yang merusakkan struktur gereja sehingga harus dirobohkan. Dalam masa itu, hampir enam bulan umat paroki Santo Yakobus Bantul merayakan Ekaristi di lapangan tenis sebelah Utara gereja, dengan atap tenda. Setelah situasi lebih kondusif, dibangun gereja darurat yang terbuat seluruhnya dari bambu, maka dikenal dengan sebutan ”Gereja Bambu” di lokasi parkir sebelah Barat gedung Pastoran. Mulai Januari 2007 peribadatan menempati gereja bambu tersebut, dengan daya tampung sekitar 500 orang. Mulai tahun 2008 dilakukan persiapan pembangunan kembali gedung gereja. Pada tanggal 1 Januari 2009 dilakukan peletakan batu pertama oleh Vikjen Keuskupan Agung Semarang, Rama Pius Riana Prapdi, Pr. Akhirnya pembangunan gedung gereja selesai dan diberkati pada 27 Desember 2009 oleh Uskup Mgr. Ignatius Suharyo, serta diresmikan oleh Bupati Bantul, Bapak Haji Idham Samawi. Gedung gereja berdiri kokoh sebagaimana dapat disaksikan sampai sekarang (2022).

Paroki Santo Yakobus Bantul memiliki 8 Wilayah: (1) Santa Maria tak Bernoda Cepit dengan 4 Lingkungan, (2) Santa Maria Assumpta Melikan dengan 3 Lingkungan, (3) Santa Maria Immaculata Cordis Bantul Krajan dengan 2 Lingkungan, (4) Santo Yusuf Palbapang dengan 2 Lingkungan, (5) Brayat Minulya Nogosari dengan 4 Lingkungan, (6) Santo Fransiskus Xaverius dengan 2 Lingkungan, (7) Mater Dei Imogiri dengan 6 Lingkungan, (8) Maria Rosari Gesikan dengan 7 Lingkungan.

Sebagai catatan: 

(1) sebelum tahun 2019 Wilayah SantaTheresia-Brosot dengan 5 Lingkungan masih menjadi bagian dari Paroki Santo Yakobus Bantul, namun pada tahun 2019 dipindahkan pengindukan ke Paroki Administratif  Mater Dei Bonoharjo yang lebih dekat dan satu lingkup wilayah pemerintahan Kabupaten Kulon Progo. 

(2) Tahun 2019 Lingkungan Santo Barnabas wilayah Santa Maria Immaculata Cordis dibekukan dan digabungkan ke Lingkungan Santo Aloysius wilayah Santo Yusuf, karena jumlah umat hanya tinggal 10 KK dan sebagian besar manula usia lebih dari 60 tahun, hanya 4 KK saja usia produktif.

Categories: Uncategorized
komsos.styakobus.bantul@gmail.com: